Media belajar Media belajar Author
Title: cerpen 2 mistik rintihan
Author: Media belajar
Rating 5 of 5 Des:
RINTIHAN Hangatnya cahaya keemasan di ufuk timur pagi ini sudah terasa menjilat kulit. Bau angin semilir di pedesaaan Pondokrejo yang...

RINTIHAN

Hangatnya cahaya keemasan di ufuk timur pagi ini sudah terasa menjilat kulit. Bau angin semilir di pedesaaan Pondokrejo yang semula wangi kembang dan tanaman musim penghujan, telah lama beralih bau angin musim kemarau yang khas dengan tanaman tembakau. Membuatku tak tahan selalu menutup hidung dengan sleyer.
Sejak usia dua belas tahun aku terkena asma, bukan karena aku tak tahan dengan kerontang dan tandusnya musim kemarau ini, tetapi tak tahan dengan asap pengopen tembakau yang sering digunakan mengeringkan tembakau ketika hujan. Disaat tembakau siap panen hujan sering turun karena sudah dekat dengan pergantian musim. Asap  menggumpal-gumpal dari cerobong pengopen tak henti otot-otot kekar menyodorkan gelondongan kayu akasia untuk dibakar hingga menjadi bara api, hal itu membuat asmaku sering kambuh.
                Setelah hujan reda, aku mengajak kemin untu menemaniku melukis di danau Umpang. Selagi aku menyiapkan kuas,cat air, dan papan lukis, kemin menyiapkan kanfas dan asesoris lukis. Kami segera menuju disebuah gubuk yang dibuat pamanku di bibir danau umpang. Selagi menyusuri jalan terdengar suara Sidul memanggilku dari atas batu besar dan segera menghampiriku, "mau kemana Dong?" wah sialan Sidul, selalu memanggilku Bodong padahal nama pemberian orangtuaku lebih bagus. "Ke danau melukis". Jawabku singkat. "Ikut aja Dul nanti kita memancing ikan, Bodong biar melukis". Sidul ahirnya ikut gabung dan kami segera melanjutkan perjalanan.
                Nafasku mulai sesak,tubuhku pucat dan langkahku mulai melambat. Kemin menatap wajahku dan dia tahu harus berhenti beristirahat sejenak. Kami berteduh di bawah pohon nangka, Sidul memberiku secangkir air minum dan tiga helai singkong rebus yang dilumati gula aren. Tampaknya Kemin terlihat kelaparan singkongku diembat juga. Tinggal satu singkong yang yang tertinggal dan satu-satunya yang menggoda lidah Kemin, eh dia ambil juga. Ketika singkong sudah di ujung lidah Kemin, cepretttttttt....! seekor burung Rangkok buang hajat tepat mengenai tangan Kemin dan mengenai singkongnya. Sehigga Kemin marah dan melempar singkong itu, sayang lemparanya tidak mengenai burung itu, justru menjadi bumerang. Singkong itu kembali menjatuhi kepala Kemin karena terkena ranting  nangka. Sidul tak mapu menyembunyikan tawanya hingga mengguling-guling tertawa terpingkal-pingkal, Aku tak kalah saing tertawa lepas dan menyoraki Kemin. Seekor monyet di atas pohon nangka justru lari terbirit-birit sialnya monyet itu menjatuhkan nangka busuk hampir saja aku tertimpa, meski tidak tertimpa tetapi nangka busuk itu terpercik mengenai tubuh  Sidul dan tubuhku. Hal itu membuat Kemin membalas mengolok-ngolok. Kami segera lari menuju danau itu karena sudah tidak tahan dengan bau busuk itu.
                Setelah semua bersih aku segera mempersiapkan alat lukis di dalam gubuk. Menata konsentrasi penuh imajinasi sambil menatap pemandangan danau yang penuh dengan kerapu-kerapu ikan. Tampaknya Sidul dan Kemin masih saja berenang di danau itu. Kulitnya hingga kusut seperti kulit katak dan badannya terlihat licin seperti ikan patin. Aku mulai mempoles kanvas dengan cat warna biru dan menindas dengan beberapa cat putih. Senada dengan hatiku yang menginginkan menggambar danau Umpang. Kemin dan Sidul datang menghampiri mengajak memancing ikan, namun lukisanku belum juga selesai masih butuh beberapa sentuhan, ahirnya mereka berdua memancing dan membiarkanku menyelesaikan lukisan.
                Tiba–tiba terdengar suara gaduh mengganggu konsentrasi, segeraku melihat disebelah kanan sudut gubuk ternyata suara gaduh itu bersumber dari suara seorang permilik krapu ikan. Seketika aku tersontak melihat tajamnya golok yang diacung-acungkan pak Sukri kepada Sidul. Sidul sangat gemetaran dan seketika sujut dikaki pak Sukri, namun pak Sukri tetap saja menodongkan goloknya dileher Sidul, mungkin dia hanya menakut-nakuti. Kemin  tampaknya tidak berani melerai dan aku segera menghampiri  untung saja pak Sukri sangat dekat denganku, wajar karena masalalunya dia pernah jatuh cinta pada ibuku,  namun ibuku lebih memilih laki-laki lain. Kami segera meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kembali. Pak Sukri justu memberi lima ekor ikan nilanya. Karena sudah sore aku tidak lagi melanjutkan melukis kami segera pulang kerumah masing-masing. Di rumah pasti  orangtua sudah menghawatirkanku.
                Malam harinya Sidul dan Kemin datang menemani karena kedua orangtuaku pergi ke Magelang sekitar tiga hari, Aku meminta agar mereka menemani. Sudah larut malam tapi belum juga bisa tidur, eh Kemin justru bercerita hantu danau Umpang. Banyak yang menyebutnya hantu kepala. Mati dibunuh karena mencuri ikan di kerapu danau Umpang. Seseorang menebas kepalanya hingga terputus dari badannya, kepalanya dibuang ditengah danau dan badanya dikubur oleh keluarga korban. Suasana itu menjadi mencekam karena kepala yang dibuang tidak ditemukan dan tidak bisa disemayamkan bersamaan dengan tubuhnya. Bahkan beberapa hari setelah kematiannya para warga sering diganggu setan kepala, dan desaku menjadi tak akur dengan desa korban sering terjadi perkelahian antar desa.
                Hantu kepala sering mengganggu warga desa, arwah yang gentayangan karena mati tidak wajar lantas saja hantu itu sering muncul mengganggu dengan suara-suara rintihan. Aku segera memotong cerita Kemin. Gara-gara cerita itu bulu kudukku merinding berdiri apalagi suasana dingin karena hujan diluar sangat deras menambah suasana menjadi mencekam. Akhirnya kami bertiga berdesak-desakan di kamar, kamarku yang kecil menjadi sangat sempit. Tiba-tiba lampu rumah seketika mati, rasa takut itu semakin menjadi-jadi. Aku memberanikan diri berjalan merayap-rayap mencari lilin dan korek api diruang  tamu kerena ibu sering menaruh lilin disana. Ketika membuka pintu ruang tamu kepalaku tertimpa bingkai lukisan. Piarrrrrrr, suara kaca yang pecah kelantai terdengar Kemin dan Sidul. Aku menjerit kesakitan. "Dul, Min tolong  kepalaku berdarah, tolong Dul,  tolong". Sidul dan Kemin segera menemuiku. Aku meminta sidul mencari perban dan obat merah di loker lemari tapi harus menemukan lilin terlebih dahulu untuk menerangi, akhirnya kami bertiga melanjukan pencarian.

                Seketika terdengar suara rintihan dari gudang kosong, suara itu semakin keras dan terdengar sebuah kardus terjatuh. "Mungkin ada maling masuk Dong, atau hantu kepla itu datang?" . "Ah ngaco kamu  Min", sahutku lirih. Tiba-tiba pintu depan terbuka aku lupa belum mengancingnya, angin disertai air hujan masuk kerumah, udara dingin itu membuat kami menjadi semakin ketakutan. Suara rintihan itu kembali terdengar, Aku takut Min, Dul tutup pintunya, Sidul tidak berani menutup pintu. Kami hanya berjongkok bersembunyi dibawah meja. "Sreeekkkk, srekkk,sreeekk". Ada suara orang berjala Dul,aku beralih menyuruh Kemin menutup pintu tapi kemin juga tidak berani.
                Ahirnya lampu hidup juga, Kemin menutup pintu dan melihat pohon mangga di depan rumah ternyata bunyi seperti orang jalan itu bersumber dari daun mangga yang tertiup angin mengenai genting rumah. Sementara Sidul mencarikan obat merah dan perban, segera dia mencari luka di kepalaku. Dul tolong bersihkan dulu darah di kepalaku. Sidul justru tertawa, Dong-Dong! itu bukan darah tapi cat air pasti kamu tadi kejatuhan cat air sisa lukisan. Hahahaha
                Suara rintihan itu kembali terdengar, kami penasaran dengan suara rintihan di gudang kosong, aku berlahan membuka pintu gudang pelan-pelan mengintip tiba-tiba kucing betina lari keluar dari gudang itu penuh dengan darah di sekujur pantatnya, kami bertiga memberanikan masuk gudang, Aku terus mencari tahu,semakin Aku berjalan kesudut tembok yang penuh pakaian bekas tercium bau amis darah, Dul, Min keseni ada bau amis di dalam kardus, mereka segera mendekatiku, jantungku dak dik duk ketika akan membuka kardus itu. Kupejamkan mata ketika membuka dengan rasa takut aku berfikir isi di dalam kardus itu hantu kepala tapi ternyata enam anak kucing masih basah penuh lendir dan darah baru saja dilahirkan. Kita merasa lega suara rintihan itu ternyata kucing betinaku yang merintih mengerang-ngerang kesakitan melahirkan anak-anaknya.
                

About Author

Advertisement

Post a Comment

komentar yang sopan sopan saja

 
Top