PEMBAHASAN CAMPUR KODE
A.
Pengertian
Campur Kode
Aspek lain dari ketergantungan bahasa
dalam masyarakat multilingual ialah terjadinya campur kode. Di antara sesama
penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang
dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau interferensi berbahasa. Fenomena
ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu
kalimat atau wacana bahasa lain dengan adanya unsur kesengajaan. Gejala inilah
disebut campur kode.
Harimurti (2001:35) menerjemahkan campur
kode sebagai :
1.
Interferensi, yakni penggunaan campur
kode sebagai suatu penyimpangan dengan adanya suatu kesengajaan dalam
pemakaiannya..
2.
Penggunaan satuan bahasa dari satu
bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa.
Nababan (1993:32) berpendapat tentang
campur kode: Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua
atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa itu yang
menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian hanya kesantaian
penutur dan atau kebiasaan yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita
sebut campur kode.
B.
Jenis
– Jenis Campur Kode
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang
terlibat di dalamnya, Suwito (1996: 92) membedakan campur kode menjadi beberapa
macam antara lain.
1.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
kata
Kata merupakan
unsur terkecil dalam pembentukan kalimat yang sangat penting peranannya dalam
tata bahasa, yang dimaksud kata adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri,
terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem.
Contoh
:
“Mangka sering kali sok kata-kata
seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”. (“Padahal sering kali ada
kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”). “Padahal sering kali
ada anggapan bahwa bahasa daerah itu kurang penting”
2.
Penyisipan unsur-unsur yang berujud
frasa
Frasa adalah
gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prediktif, gabungan itu dapat
rapat dan dapat renggang (Harimurti, 2001: 59).
Contoh
:
“Nah karena saya sudah
kadhung apik sama dia ya tak teken”. (“Nah karena saya sudah terlanjur baik
dengan dia, ya saya tanda tangan”). “Nah karena saya sudah benar-benar baik
dengan dia, maka saya tanda tangani”.
3.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
bentuk baster
Baster merupakan
hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda membentuk satu makna (Harimurti,
1993: 92)
Contoh:
Banyak klap malam yang harus ditutup. Hendaknya
segera diadakan hutanisasi kembali.
4.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
perulangan kata
Perulangan kata
merupakan kata yang terjadi sebagai akibat dari reduplikasi.
Contoh:
Sudah waktunya kita
menghindari backing-backing dan klik-klikan. Saya sih boleh-boleh saja, asal
tidak tanya-tanya lagi.
5.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
ungkapan atau idiom
Idiom merupakan
konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota
mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau dengan pengertian
lain idiom merupakan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya.
Contoh:
Pada waktu ini
hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon (perlahan-lahan asal
dapat berjalan). Yah apa boleh buat, better laat dan noit (lebih baik terlambat
daripada tidak sama sekali).
6.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
klausa
Harimurti (2001:
110) mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang berupa kelompok kata
yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat serta mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat.
Contoh:
Pemimpin yang bijaksana akan selalu
bertindak ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
(di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi).
C. Contoh
Campur Kode
Ketika
berlari pagi melewati hanggar pesawat latih di kompleks pendidikan penerbangan,
saya berpapasan dengan mekanik.
Tanya :
“Ngapain pagi-pagi udah disini?”
Jawab : “Pesawatnya perlu di run-up, diinspeksi, dicek oli, busi. Leading gear terbuka.
Potongan
singkat percakapan diatas menunjukan bahwa terdapat campur kode dalam
kalimat-kalimat jawaban yang diberikan oleh mekanik. Apakah mekanik-mekanik ini
ingin menampilkan diri sebagai kelompok masyarakat elite, lebih tinggi dari
rekan-rekan sekampungnya? Agaknya kalimat-kalimat campur kode tersebut sudah
merupakan gaya berbahasa sehari-hari di antara sesama mekanik di lingkungan
kerja seperti di hanggar pesawat. Penggunaan campur kode ini didorong oleh
keterpaksaan. Konsep seperti “run-up”,
inspection (inspeksi), leading gear”
seakan-akan tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Untuk diketahui, run-up berarti pemanasan mesin pesawat
tebang mengikuti prosedur tertentu yang telah ditetapkan. Diinspeksi sama dengan mengadakan pemeriksaan terhadap pesawat
terbang yang akan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Landing gear bukan sekedar roda tetapi
alat pendarat pada pesawat tebang, termasuk roda dan ponton (yang khusus
dirancang untuk pesawat amfibi).
Ciri
khas berbahasa dibidang penerbangan adalah antara lain singkat, jelas, dan
tidak berdwimakna. Oleh karena itu penggunaan campur bahasa Inggris dalam
berbahasa Indonesia seperti pada contoh percakapan di atas mengacu pada prinsip
berbahasa yang singkat, jelas dan tidak berdwimakna, walaupun mekanik itu tidak
menyadarinya. Konsep-konsep asing dipungut dari bahasa asal teknologi
penerbangan, yang bila dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat menjadi
frase atau kalimat yang panjang, kurang jelas dan mungkin bermakna ganda.
Penyebab campur kode demikian adalah suatu keterpaksaan tekhnologis. Dapat
dikatakan semacam pemenuhan kebutuhan mendesak (need filling motive). Campur kode karena keterpaksaan teknologi
tidak hanya didapati di lingkungan penerbangan, tetapi juga bidang-bidang
lainnya seperti perdagangan, perikanan, industri, pelayaran dan sebagainya.
Berbeda
dengan campur kode karena keterpaksaan teknologis, kasus penggunaan campur
bahasa Indonesia dan Belanda di zaman orde lama atau zaman sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia cenderung dimotivasi oleh usaha para penuturnya menunjukan
status keterpelajarannya. Campur kode jenis ini pada umunya hanya terjadi pada
situasi berbahasa tidak resmi, dan didorong oleh motif prestise (prestige filling motive).
KESIMPULAN
Campur kode ialah fenomena berbentuk
penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau
wacana bahasa lain dengan adanya unsur kesengajaan. Campur berdasar unsur
kebahasaan yang terlibat di dalamnya dibagi menjadi 6
1.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
kata
2.
Penyisipan unsur-unsur yang berujud
frasa
3.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
bentuk baster
4.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan
kata
5.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
ungkapan atau idiom
6.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud
klausa
Daftar
Pustaka
Ohoiwutun, Paul.1997.Sosiolingustik.
Jakarta : Visipro.
Post a Comment
komentar yang sopan sopan saja