Media belajar Media belajar Author
Title: PEMBAHASAN CAMPUR KODE , Pengertian Campur Kode
Author: Media belajar
Rating 5 of 5 Des:
PEMBAHASAN CAMPUR KODE A.      Pengertian Campur Kode Aspek lain dari ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual ialah ...


PEMBAHASAN CAMPUR KODE
A.     Pengertian Campur Kode

Aspek lain dari ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual ialah terjadinya campur kode. Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau interferensi berbahasa. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain dengan adanya unsur kesengajaan. Gejala inilah disebut campur kode.
Harimurti (2001:35) menerjemahkan campur kode sebagai :
1.      Interferensi, yakni penggunaan campur kode sebagai suatu penyimpangan dengan adanya suatu kesengajaan dalam pemakaiannya..
2.      Penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa.
Nababan (1993:32) berpendapat tentang campur kode: Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian hanya kesantaian penutur dan atau kebiasaan yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode.

B.     Jenis – Jenis Campur Kode
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1996: 92) membedakan campur kode menjadi beberapa macam antara lain.
1.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
Kata merupakan unsur terkecil dalam pembentukan kalimat yang sangat penting peranannya dalam tata bahasa, yang dimaksud kata adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem.
Contoh :
“Mangka sering kali sok kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”. (“Padahal sering kali ada kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting”). “Padahal sering kali ada anggapan bahwa bahasa daerah itu kurang penting”
2.      Penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prediktif, gabungan itu dapat rapat dan dapat renggang (Harimurti, 2001: 59).
Contoh :
“Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia ya tak teken”. (“Nah karena saya sudah terlanjur baik dengan dia, ya saya tanda tangan”). “Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani”.
3.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster
Baster merupakan hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda membentuk satu makna (Harimurti, 1993: 92)
Contoh:
Banyak klap malam yang harus ditutup. Hendaknya segera diadakan hutanisasi kembali.
4.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
Perulangan kata merupakan kata yang terjadi sebagai akibat dari reduplikasi.
Contoh:
Sudah waktunya kita menghindari backing-backing dan klik-klikan. Saya sih boleh-boleh saja, asal tidak tanya-tanya lagi.
5.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom
Idiom merupakan konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau dengan pengertian lain idiom merupakan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.
Contoh:
Pada waktu ini hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon (perlahan-lahan asal dapat berjalan). Yah apa boleh buat, better laat dan noit (lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali).
6.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa
Harimurti (2001: 110) mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat serta mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
Contoh:
Pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi).
C.     Contoh Campur Kode
Ketika berlari pagi melewati hanggar pesawat latih di kompleks pendidikan penerbangan,  saya berpapasan dengan mekanik.
Tanya                     : “Ngapain pagi-pagi udah disini?”
Jawab                    : “Pesawatnya perlu di run-up, diinspeksi, dicek oli, busi. Leading gear terbuka.
Potongan singkat percakapan diatas menunjukan bahwa terdapat campur kode dalam kalimat-kalimat jawaban yang diberikan oleh mekanik. Apakah mekanik-mekanik ini ingin menampilkan diri sebagai kelompok masyarakat elite, lebih tinggi dari rekan-rekan sekampungnya? Agaknya kalimat-kalimat campur kode tersebut sudah merupakan gaya berbahasa sehari-hari di antara sesama mekanik di lingkungan kerja seperti di hanggar pesawat. Penggunaan campur kode ini didorong oleh keterpaksaan. Konsep seperti “run-up”, inspection (inspeksi), leading gear” seakan-akan tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Untuk diketahui, run-up berarti pemanasan mesin pesawat tebang mengikuti prosedur tertentu yang telah ditetapkan. Diinspeksi sama dengan mengadakan pemeriksaan terhadap pesawat terbang yang akan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Landing gear bukan sekedar roda tetapi alat pendarat pada pesawat tebang, termasuk roda dan ponton (yang khusus dirancang untuk pesawat amfibi).
Ciri khas berbahasa dibidang penerbangan adalah antara lain singkat, jelas, dan tidak berdwimakna. Oleh karena itu penggunaan campur bahasa Inggris dalam berbahasa Indonesia seperti pada contoh percakapan di atas mengacu pada prinsip berbahasa yang singkat, jelas dan tidak berdwimakna, walaupun mekanik itu tidak menyadarinya. Konsep-konsep asing dipungut dari bahasa asal teknologi penerbangan, yang bila dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat menjadi frase atau kalimat yang panjang, kurang jelas dan mungkin bermakna ganda. Penyebab campur kode demikian adalah suatu keterpaksaan tekhnologis. Dapat dikatakan semacam pemenuhan kebutuhan mendesak (need filling motive). Campur kode karena keterpaksaan teknologi tidak hanya didapati di lingkungan penerbangan, tetapi juga bidang-bidang lainnya seperti perdagangan, perikanan, industri, pelayaran dan sebagainya.
Berbeda dengan campur kode karena keterpaksaan teknologis, kasus penggunaan campur bahasa Indonesia dan Belanda di zaman orde lama atau zaman sebelum kemerdekaan Republik Indonesia cenderung dimotivasi oleh usaha para penuturnya menunjukan status keterpelajarannya. Campur kode jenis ini pada umunya hanya terjadi pada situasi berbahasa tidak resmi, dan didorong oleh motif prestise (prestige filling motive).





KESIMPULAN
Campur kode ialah fenomena berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain dengan adanya unsur kesengajaan. Campur berdasar unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya dibagi menjadi 6
1.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
2.      Penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa
3.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster
4.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
5.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom
6.      Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa


Daftar Pustaka
Ohoiwutun, Paul.1997.Sosiolingustik. Jakarta : Visipro.

About Author

Advertisement

Post a Comment

komentar yang sopan sopan saja

 
Top