MAKALAH
MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK
ALIH
KODE
Disusun
Oleh:
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
AHMAD DAHLAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Wilayah Kotamadya Yogyakarta dapat dikatakan sebagai
pusat berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan
kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Keadaan yang demikian ini sudah barang
tentu akan membuat masyarakat Yogyakarta
semakin bersifat majemuk. Kemajuan itu semakin dipacu dan ditopang oleh kenyataan
selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat itu dengan warga dari
masyarakat lain dalam wahanaw
kegiatan seperti yang disampaikan di depan itu.
Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat
pada semakin bervariasinya kode-kode yang dimiliki dan dikuasai oleh anggota
masyarakat tutur itu. Terdapatnya banyak individu yang memiliki dan menguasai
banyak bahasa (multilingual) atau
sedikitnya dua bahasa (bilingualisme) dapat
dipakai sebagai bukti kemajemukan masyarakat di wilayah Kotamadya Yogyakarta
dalam bidang bahasa. Tidak aneh pula jika kemudian kode-kode bahsa yang ada
dalam masyarakat itu memiliki peran dan fungsi yang juga berbeda-beda.
Dari penghayatan dan pengamatan penulis sebagai
anggota masyarakat Yogyakarta selama bertahun-tahun, dapat dikatakan bahwa
bahasa dan kode yang terdapat dalam masyarakat di wilayah Kotamadya Yogyakarta
juga memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Peran bahasa Jawa, dalam hal
ini dialek standard bahasa Jawa berbeda dengan peran bahasa Indonesia, peran bahasa
Jawa dalam variasi ngoko berbeda
dengan peran bahasa Jawa dalam variasi krama.
Perbedaan peran bahasa itu tampak dengan cukup jelas dalam kehidupan
sehari-hari masyarakatnya. Sebagai contoh bahasa pergaulan setiap anggota
masyarakat pada sebuah desa adalah bahasa Jawa dalam variasi ngoko.
Masalah pemakian bahasa dengan mencampurkan kode
bahasa yang ada juga dapat terjadi dan cukup menarik untuk dideskripsikan.
Demikian juga masalah interferensi, yakni pengaruh kode yang satu terhadap kode
yang lainnya juga dapat dipandang sebagai gejala dalam masyarakat tutur yang
demikian itu. Dengan pertimbangan relevansi dan juga keterbatasan, masalah yang
disebut kedua dan ketiga tidak akan dikaji dalam penelitian ini. Dengan kata
lain masalah dalam kajian ini hanyalah difokuskan pada satu macam gejala saja,
yakni gejala kode dan alih kode.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam makalah ini
sebagai berikut:
1. apakah yang dimaksud dengan kode?
2. apakah pengertian alih kode?
3. apa
saja macam-macam alih kode?
4. faktor apa yang menyebabkan
terjadinya alih kode?
5. apa contoh dari alih kode?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian yang mengkajin peristiwa alih kode dalam makalah adalah
sebagai berikut :
1. untuk memahami pengertian kode;
2. untuk mengetahui pengertian alih
kode;
3. untuk mengetahui macam-macam alih
kode;
4. untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya alih kode;
5. Untuk
mengetahui contoh dari alih kode.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kode
Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu
varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada
bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu
kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyumas,
Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau
sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam
laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau
register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak).
Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki
kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan
kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register.
B.
Pengertian Alih
Kode
Alih kode (code
switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain.
Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa.
Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat
multilingual.
Dalam masyarakat
multilingual
sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih
kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan dan masing-masing
fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel (1976:79) memberikan batasan alih kode sebagai
gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi.
C.
Macam
– macam alih kode
Suwito (1983 : 69 ) membagi alih
kode menjadi dua :
1. Alih
Kode Intern
Dikatakan alih kode
intern karena berlangsung antar bahasa sendiri. Seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau
sebaliknya.
Contoh :
Rizki : “Aku
lagi mumet ora iso mikir”.
Isna :
“Ngombe obat kono!”
Ratih : “Rizki
kenapa Is?”
Isna :”Lagi
pusing dia jadi tidak bisa berfikir”.
Dari percakapan di atas terlihat bahwa Isna melakukan alih kode dari
bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, karena Ratih (mitra tuturnya) tidak mengerti
bahasa Jawa.
2. Alih
Kode Ekstern
Alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri ( salah satu bahasa
atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Contoh
:
Isna :
“Ada Bu Mira,ayo kita sapa!”
Rizki :
“Oh iya, ayo!”
Isna : “Good morning Miss, How are you?”
Bu Mira :
“Good Morning, I’m fine.”
Dari percakapan di atas terlihat bahwa pada mulanya
Isna menggunakan bahasa Indonesia kemudian beralih menggunakan bahasa Inggris,
karena yang menjadi mitra tuturnya adalah guru bahasa Inggris di sekolahannya.
Soepomo Poedjosoedarmo
( 1979 : 38 ) membagi alih kode menjadi dua macam :
1. Alih
Kode Permanen
Dalam alih kode ini seorang penutur
secara tetap mengganti kode tutur terhadap lawan bicaranya ( mitra tutur ). Misalnya :bekas teman sepermainan kemudian menjadi
kepala jawatannya. Hal tersebut menyebabkan pengalihan atau pergantian
kode bahasa yang dipakai secara permanen
karena adanya perubahan radikat pada kedudukan status sosial dan relasi yang
ada.
2. Alih
Kode Sementara
Merupakan alih kode yang dilakukan
oleh seorang penutur pada saat bicara dengan
menggunakan kode tutur yang biasa dipakai dengan berbagai alasan. Misalnya, seorang penutur yang sedang berbicara
terhadap seseorang menggunakan bahasa Indonesia, tiba-tiba karena sesuatu hal
mengganti bahasa itu dengan bahasa daerah, tetapi pergantian itu hanya
berlangsung pada satu kalimat lalu kembali lagi pada bahasa awal.
Contoh :
Isna : “Aku
besuk tidak masuk kuliah.”
Ratih : “Kenapa
?”
Isna : “Ora
ngopo-ngopo, pengen ora menyang wae.”
Ratih :
Maksudnya?”
Isna : Tidak
paham ya maksud ku apa?”
Dari percakapan di atas terlihat bahwa Isna yang
awalnya menggunakan bahasa Indonesia tiba-tiba beralih menggunakan bahasa Jawa,
dia sengaja berbicara menggunakan bahasa jawa, untuk membuat penasaran Ratih
(mitra tuturnya) yang tidak mengerti dengan bahasa Jawa.
D.
Faktor
yang menyebabkan terjadinya alih kode
Berdasarkan pendapat Hymes bahwa alih kode dapat
terjadi karena faktor-faktor berikut:
1. Penutur
Seorang penutur kadang
dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi
menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
2.
Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar
belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud
alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung
alih kode berupa alih bahasa.
Misalnya seorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa dapat beralih
kode menggunakan bahasa lain dengan mitra bicaranya yang mempunyai latar
belakang bahasa daerah yang sama.
3. Hadirnya
Penutur Ketiga
Untuk menetralisasi
situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan
mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka
berbeda.
Contoh :
Rizki : “Aku
lagi mumet ora iso mikir”.
Isna :
“Ngombe obat kono!”
Ratih : “Rizki
kenapa Is?”
Isna :”Lagi
pusing dia jadi tidak bisa berfikir”.
4. Pokok
Pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau
topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode.
Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku,
dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal
disampaikan dengan bahasa takbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5. Untuk
membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahasa dalam situasi tertentu biasanya terjadi alih kode yang dilakukan dengan
alih varian seperti bahasa
Jawa dialek Banyumas ke bahasa Jawa
dialek Jogja, bahasa Jawa halus ke bahasa Jawa kasar, alih
ragam seperti ragam
bahasa resmi ke ragam bahasa tidak resmi, atau alih gaya bicara dengan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan
kekakuan.
Contoh
alih varian:
Isna : “ Uwis digarap urung tugase?”
Ratih : “Tugas opo?”
Isna : “ Sosiolinguistik.”
Ratih : “Sampun ndoro, monggo.”
Isna : Ha…ha…ha.”
Percakapan
diatas merupakan contoh dari alih varian, karena awalnya menggunakan bahasa
Jawa ngoko kemudian beralih menjadi bahasa jawa krama. Pecakapan di atas juga
membangkitkan rasa humor karena Isna menjadi tertawa mendengar ucapan dari
Ratih yang seakan-akan menggap Isna sebagai majikan yang menyuruh pembantunya.
Contoh alih
ragam :
Pak Marto : Cakmano kito ni ndak mupuk kalu pupuk ajo
ndak ado lagi.”
Pak Said : “ Tuna bos datang, tanyo sana!”
Pak Marto : “ Maaf pak, pupuk di gudang sudah habis, lalu
bagaimana pak?”
Bos : (Tertawa karena sempat mendengar
percakapan antara Pak Said dan Pak Marto).
Dapat kita
lihat bahwa Pak Marto beralih dari ragam bahasa yang tidak resmi ke bahasa yang
resmi, karena berbicara dengan atasannya.
Contoh alih
gaya bicara :
Isna : “Hari ini menyedihkan.”
Rizki : “Kenapa?”
Isna : “Udah hujan gak ada ojek becek,
capek deh.”
Awalnya Isna
menggunakan bahasa Indonesia tetapi selanjutnya gaya bicara Isna seakan
kebarat-baratan dan tidak wajar. Gaya bicara Isna membuat mitra tutur tertawa,
jadi gaya bicara Isna tersebut dapat membangkitkan rasa humor.
6. Untuk
sekadar bergengsi
Walaupun faktor
situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan
adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak
wajar, dan cenderung tidak komunikatif. Gejala seperti ini banyak kita temukan pada gaya
bahasa para remaja atau selebritis.
Contoh:
Soimah : “Saya suka dengan
penampilanmu hari ini.”
Peserta : “ Terima kasih.”
Soimah : “ Pokoke mak ndes
tenan.”
Dalam percakapan tersebut Soimah menggunakan bahasa
Jawa ketika mengomentari salah satu peserta IMB, yang dilakukan Soimah tersebut
sekedar untuk bergaya atau bergengsi saja. Kata-kata yang diucapkan pun artinya
tidak jelas dan dirasa tidak wajar oleh kebanyakan orang apa lagi yang bukan
berasal dari Jawa.
E. Contoh alih kode
Ina : “Duwe potlot, rak?”
Lala : “Ndag duwe Mbak. Coba takon sing lain.”
Alvin : “Apa Mbak?”
Ina : “Kamu punya pensil, Vin?”
Alvin
:
“Punya”
Dalam
percakapan tersebut terlihat bahwa pada mulanya penutur menggunakan bahasa Jawa
kemudian ia beralih menggunakan bahasa Indonesia untuk mengimbangi penguasaan
bahasa mitra tutur yang berbahasa Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
isi makalah yang sebelumnya telah kami
bahas, kami dapat menyimpulkan beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Istilah
kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan.
2. Alih
kode merupakan peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya
penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa.
3. Alih
kode ada beberapa jenis , yaitu
a. Alih
Kode Intern
b. Alih
Kode Ekstern
c. Alih
Kode Permanen
d. Alih
Kode Sementara
4. Faktor
penyebab Alih kode ada 6 yaitu :
a. Penutur
b. Mitra
tutur
c. Hadirnya
penutur ketiga
d. Pokok
permbicara
e. Untuk
membangkitkan rasa humor
f. Untuk
sekedar bergengsi
DAFTAR PUSTAKA
Nababan. 1984. Sosiolinguistik
Suatu Pengantar.Jakarta: Gramedia
Rahardi,
Kunjana.2010.Kajian Sosiolinguistik.Bogor:Galia
Indonesia
http://id.scribd.com/doc/80761025/ALIH-KODE (diunduh pada hari Jumat, tanggal 23 November 2012)
http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html (diunduh pada hari Jumat, tanggal 23 November 2012)
Post a Comment
komentar yang sopan sopan saja