AMBIGUITAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan
suatu pesan. Di dalam pesan tersebut terkandung maksud tertentu dari pesan yang
ingin disampaikan. Entah itu pesan yang bersifat informatif atau pesan yang
bersifat persuasif, tergantung pesan apa yang ingin disampaikan oleh penyampai
pesan. Di dalam suatu pesan sering ditemui ambiguitas.
Di dalam buku semantik leksikal karya mansoer pateda
ada tiga macam ambiguitas yakni, Ambiguitas pada tingkat fonetik, ambiguitas
pada tingkat gramatikal, dan ambiguitas pada tingkat leksikal (2001:202). Jadi
ambiguitas sering ditemui pada pesan ada tiga macam yaitu, pertama ambiguitas
tingkat fonetik yang terjadi karena berbaurnya bunyi-bunyi bahasa yang
dilafalkan. Kedua ambiguitas pada tingkat gramatikal. Para ahli membagi tiga
kemungkinan terjadinya ambiguitas pada tingkat gramatikal yakni disebabkan oleh
peristiwa pembentukan kata secara gramatikal. Mis., pada tataran morfologi yang
mengakibatkan perubahan makna (Fatimah Djajasudarma, 1993:54). Kemungkinan
berikutnya yaitu, ambiguitas pada frasa yang mirip dikatakan oleh ullmann
(1972: 158) dalam buku mansoer pateda (2001: 204). Kemungkinan berikutnya yaitu
ambiguitas yang muncul dalam konteks. Artinya kepahaman mitra tutur kepada
situasi yang sedang terjadi. Ketiga ambiguitas pada tingkat leksikal yakni,
setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu pada dua benda yang
berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakainya.
Untuk mengetahui lebih luas mengenai ambiguitas maka
perlu menelaah beberapa pengertian tersebut, disertai contoh-contoh yang
menguatkan dan mampu memberikan penjelasan yang akurat. Ambiguitas timbul dalam
berbagai fariasi ujaran atau bahsa tulis. Ketika membaca atau mendengarkan
ujaran seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang akan muncul
kesulitan memahami apa yang di ujarkan atau yang dibaca. Hal itu disebabkan
karena perbedaan tafsiran selain itu juga disebabkan karena konteks tuturan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
masalah-masalah yang muncul dapat di definisikan sebagai berikut:
1. Sejarah, dan penegertian ambiguitas
menurut para ahli.
2. Perbedaan ambiguitas dengan polisemi.
3. Faktor-faktor terjadinya ambiguitas.
4. Jenis-jenis ambiguitas.
5. Contoh dari setiap jenis ambiguitas.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di
atas maka masalah yang muncul dapat di batasi sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
sejarah dan pengertian ambiguitas
menurut para ahli?
2. Bagaimanakah perbedaan ambiguitas
dengan polisemi?
3. Faktor-faktor apa sajakah terjadinya
ambiguitas?
4. Bagaimanakah jenis-jenis ambiguitas beserta contoh
disetiap jenis-jenis tersebut?
D. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui sejarah
dan pengertian ambiguitas menurut para ahli.
2.
Mejabarkan dan
menemukan perbedaan ambiguitas dengan polisemi.
3.
Mengetahui
faktor-faktor terjadinya ambiguitas
4.
Mengetahui jenis-jenis
ambiguitas beserta contoh disetiap jenis tersebut.
BAB 11
PEMBAHASAN
.1. Sejarah Dan Penegrtian
Ambiguitas Menurut Para Ahli
Ambiguitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
ambiguity yang berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu
arti. Ambiguitas sering juga disebut ketaksaan yang dapat diartikan atau
ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna.
.
2. Perbedaan Ambiguitas
Dengan Polisemi
Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai
kata yang bermakna ganda atau mendua arti (Abdul Chaer, 1995: 104). Konsep ini
tidak salah. Tetapi kurang tepat. Sebab sulit untuk dibedakan antara polisemi
dan ambiguitas. Sarwiji Suwandi dalam buku semantik pengantar kajian makna
(2011:144) membedakan antara ambiguitas dan polisemi yakni, kebermaknagandaan
dalam polisemi berasal dari kata; sedangkan kebermaknagandaan dalam ambiguitas
berasal dari frasa atau kalimat yang terjadi sebagai akibat penafsiran sturktur
gramatikal yang berbeda. Jadi jelas perbedaan antara polisemi dan ambiguitas,
polisemi mengacu pada kata sedengkan ambiguitas mengacu pada frasa atau
struktur kalimat. Untuk lebih jelasnya dalam membedakan ambiguitas dan polisemi
maka perlu mengetahui pengertian dan contoh dari masing-masing bagian tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa
ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda
atau mendua arti (Abdul Chaer, 1995: 104). Sedangakan menurut Ullman (dalam
pateda 2010: 201) mengatakan “Ambiguity isa linguistic condition which can
arise in a vareity of ways.”Sarwiji Suwandi dalam buku semantik pengantar
kajian makna (2011:144) kebermaknagandaan dalam ambiguitas berasal dari frasa
atau kalimat yang terjadi sebagai akibat penafsiran sturktur gramatikal yang
berbeda.
Dari
beberapa pendapat di atas maka contoh yang dapat di ambil adalah sebagai
berikut.
“Anak
istri kapten cantik.”
Di atas merupakan contoh ambiguitas karena kontruksi
teks tersebut terdapat lebih dari satu tabsiran , apakah anak dan istri kapten
yang cantik? Apakah anak, istri, dan kapten cantik?
Sedabgakan polisemi menurut Pallmer ( dalam pateda
2010 : 213) mengatakan, “ it is also the case that the same word may have a set
of different meaning” suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang
berbeda, mengandung makna ganda. Simpson (1979: 179) mengatakan .”A word which
has two (or more) related meaning,” sedangkan zagusta mengatakan, “all the
possible sense the possible sense the word has.” Berdasarkan pendapat-pendapat
ini dapat ditarik kesimpula, polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih
dari satu atau ganda. Karena kegandaan makna seperti itulah maka pendengar atau
pembaca ragu menafsirkan makna kata yang didengar atau dibacanya.
Contoh dari segi
polisemi, misalnya, kata “paku” dari contoh tersebut maka akan terjadi
keraguan delam memaknai paku jika tanpa melihat konteksnnya. Misalkan orang
tersebut memaknai paku tersebut adalah paku untuk memaku pagar, peti, atau
barangkali yang dimaksud adalah sayur paku.
Kata “oprasi” bagi seorang dokter dihubungkan dengan
pekerjaan membedah bagian tubuh untuk
menyelamatkan nyawa, bagi militer digunakan untuk melumpuhkan musuh atau
memberantas kejahatan, dan bagi depertemen tenaga kerja dihubungkan dengan
salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan.
3. Faktor-Faktor Terjadinya
Ambiguitas
a. Segi morfologis
1. Tipe Afiks (Imbuhan)
Tipe ini terdiri dari prefiks
(imbuhan di awal) dan sufiks (imbuhan di akhir) yang melekat pada suatu kata
yang dapat menimbulkan keambiguan.
2. Tipe Leksikon
Tipe ini adalah keambiguan yang terjadi
karena makna asal dari kata yang digunakan dalam kalimat. Polisemi,
homonim, preposisi, antonim dan
singkatan dapat menimbulkan ambiguitas.
Contoh kata “ Bisa” yang bermakna
dapat dan bisa yang bermakna racun. Dari contoh tersebut “bisa” merupakan kata
yang berhomograf, homofon dan homonim.
b. Segi Sintaksis
Sintaksis merupakan subsistem ilmu atau cabang
linguistik tentang susunan kata dan ilmu
tata kalimat (ilmu tata bahasa).
Di dalam segi sintaksis terdapat dua segi yang mampu menimbulkan faktor
ambiguitas di antaranya.
1.
Tipe kata majemuk dan
ungkapan
Contoh:
• Siapa pun yang hadir dalam rapat ini
boleh bersuara.
• Tina hanya bisa gigit jari karena
tidak lolos dalam audisi menyanyi.
2. Tipe
kata ulang
Contoh:
• Mari berdagang buah-buahan.
• Kelompok A akan mencoba bisnis
kacang-kacangan
c. Segi Struktural
Keambiguan dapat disebabkan struktur
pada kalimat yang dibagi atas beberapa bagian antara lain struktur frasa dan
struktur kalimat.
a. Struktur Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa
gabungan kata yang bersifat nonpredikatif. Batasan itu dipakai untuk membedakan
frasa dengan kalimat (klausa) karena kalimat merupakan gabungan kata yang
bersifat predikatif.
b. Struktur Kalimat
Struktur kalimat merupakan salah
satu penyebab penafsiran makna suatu kalimat menjadi ambigu. Walaupun semua
kegandaan itu pada akhirnya akan menyebabkan kegandaan kalimat, tetapi
kegandaan struktur kalimat perlu di khususkan karena kegandaan ini hanya dapat
diketahui dalam keseluruhan kalimat.
4. Jenis-Jenis Ambiguitas
Beserta Contoh
Sehubungan dengan penjenisan ambiguitas Ullman
(dalam Pateda 2010 :202) membagi menjadi 3 bentuk utama, yaitu ambiguitas pada
tingkat fonetik, tingkat gramatikal, dan tingkat leksikal. Pemaparannya sebagai
berikut.
1. Ambiguitas Tingakat
Fonetik
Ambiguitas pada tingkat ini terjadi karena
membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Terkadang kita bisa saja salah
menafsirkan makna suatu kata atau frasa karena saat percakapan frasa atau kata
itu terlalu cepat diucapkan. Misalnya :
a. Kata ”kapan emas
kawinnya?” dapat ditafsirkan salah bila kita tidak memperhatikan konteksnya.
Apabila pengucapannya terlalu cepat, itu bisa ditafsirkan menjadi kapan emas
kawin (benda) akan diberikan kepada pengantin misalnya atau mungkin penafsirannya
ke arah kapan seseorang yang dipanggil mas (kakak laki-laki) tersebut akan
menikah.
b. Kalimat ”Yang berdiri
di depan kakak ibu”. Kalimat ini jika pengucapannya tidak dibatasi oleh jeda
akan dapat ditafsirkan yang berdiri di depan itu kakak dari ibu (paman/bibi)
atau bisa juga ditafsirkan yang berdiri di depan kakak itu adalah ibu
2. Ambiguitas pada tingkat
gramatikal
Ambiguitas gramatikal muncul ketika terjadinya
proses pembentukan satuan kebahasaan baik dalam tataran morfologi, kata, frasa,
kalimat ataupun patagraf dan wacana. Ambiguitas kata yang disebabkan karena
morfologi akan hilang dengan sendirinya ketika diletakkan dalam konteks kalimat
yang benar. Berikut adalah contoh ambiguitas gramatikal :
a.
Ambiguitas yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara gramatikal.
Misalnya kata tidur setelah mendapat awalan pe- berubah menjadi penidur.
”Penidur”, kata ini dapat berarti orang yang suka tidur dan dapat juga berarti
obat yang menyebabkan orang tertidur.
b.
Ambiguitas pada frase. Contoh, orang tua dalam bahasa Indonesia dapat bermakna
orang tua kita yaitu ibu dan ayah, atau orang yang sudah tua. Untuk menghandiri
ambiguitas ini, kita harus menambahkan unsur penjelas seperti: orang tuaku atau
orang tuanya untuk frase yang mengacu kepada ayah dan ibu. Sedangkan untuk
makna yang kedua dapat ditambahkan kata “yang” maka menjadi orang yang sudah
tua.
3. Ambiguitas pada tingkat
leksikal
Setiap kata dalam bahasa dapat memiliki makna lebih
dari satu. Akibatnya, orang sering kali keliru menafsirkan makna suatu kata.
Jadi, makna suatu kata dapat saja berbeda tergantung dari konteks kalimatnya
sendiri. Seperti kata menggali yang digunakan dalam bidang perkebunan akan
berbeda maknanya jika digunakan dalam bidang hukum atau keadilan.
Contoh dalam kalimat: “petani sedang menggali
tanah dibelakang rumahnya”. Akan berbeda maknanya dengan kalimat “Polisi sedang
berusaha menggali informasi dari saksi mata”.
BAB
III
KESIMPULAN
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Pateda,
Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul .2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Post a Comment
komentar yang sopan sopan saja