BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Khasanah sastra indonesia sangat luas dan beragam
pada dasarnya terdiri dari dua jenis. Dikaitkan dengan medium bahasanya
dibedakan menjadi bahasa lisan dan tulis. Dikaitkan dengan sejarah kelahirannya
dibedakan menjadi sastra lama dan sastra modern. Demikian juka dikaitkan dengan
semangat yang terdapat didalamnya maka dibedakan menjadi sastra daerah dan
sastra nasional. Keragaman satra mengimplementasikan keragaman latar belakang
sosial budaya. Selain itu juga karya sastra merupakan proses kreatif yang
panjang dengan beberapa proses pengamatan unik yang digambarkan pengarang
melalui imajinasi, ide yang kereatif,
pemilihan kata (style), dan
beberapa pengendapan gambaran tentang sebuah dunia kehidupan manusia hingga
terlahir karya sastra.
Karya sastra mengandung aspek kultural karena pada
dasarnya karya sastra yang diciptakan pengarang berdasarkan masalah-masalah
masyarakat pada umumnya. Karya sastra seperti puisi sebagai salah satu genre dari karya sastra yang dirasa
paling rumit dibanding dengan genre
karya sastra yang lainnya. Puisi tidak menjelaskan makna secara lugas/eksplisit melalui penjelasan yang
panjang , namun puisi mementingkan unsur yang implisit dalam menyiratkan
makna dengan berbagai penasiran yang beragam. Hal itu diakibatkan karena puisi
memiliki nilai estetik yang tinggi, dengan pemadatan kata maupun pemilihan gaya
bahasa yang digunakan pengarang dalam membuat karyanya menentukan
kekarakteristikan seorang penyair.
Lahirnya sastrawan indonesia tidak terlepas dari
perjuangan hebat dalam proses penciptaan karyanya. W.S Rendra adalah salah satu
dari sastrawan yang berhasil melewati proses itu dengan terlahirnya buku
kumpulan puisi. Terbitnya kumpula puisi tahun 1957, berjudul Balada orang-orang tercinta, hingga pada
tahun 1997, Perjalanan Bu Aminah,
kumpulan puisi tersebut sangat menarik, mengesankan dan mudah di ingat. Kumpulan
puisi “Doa Untuk Anak Cucu” karya W.S
Rendra yang diterbitkan oleh penerbit Bentang, 2013 cetakan ketiga yang berisi
23 judul puisi adalah objek yang akan diteliti. Rendra terkenal dengan sosok
pejuang kemanusiaan dan kebudayaan melalui puisi yang dirangkai dengan
kata-kata yang indah dengan fenomena disetiap kalimat-kalimat bernas, dan
beberapa gaya bahasanya.
Gaya bahasa merupakan cabang ilmu tertua dalam
bidang kritik sastra. Menurut Fowler (Ratna, 2013: 4) makna-makna yang
diberikan sangat kontroversial dan relevensinya banyak menimbulkan perdebatan.
Gaya terkandung dalam semua teks bukan bahasa tertentu, bukan semata-mata teks
sastra. Gaya adalah ekspresi.
Kehadiran gaya bahasa menjadi sebagian kebutuhan
dalam berkomunikasi. Gaya bahasa digunakan untuk mengekspresikan apa yang
dipikirkan. Gaya bahas mampu memberi makna lain dari suatu ungkapan. Oleh
karena itu perlu penelitian yang membahas pemaknaan atau deskripsi makna dari
gaya bahasa yang ditimbulkan. Kumpulan
puisi Doa Untuk Anak Cucu banyak dijumpai berbagai gaya bahasa. Di dalam
puisi tersebut terdapat gaya bahasa hiperbola untuk mengungkapkan pernyataan
yang bermaksud melebih-lebihkan.
Pemakain gaya bahsa hiperbola pada puisi Rendra tersebut menimbulkan
arti atau makna yang melebih-lebihkan dan menjadikan karyanya menjadi lebih
memiliki nilai estetis dan karakteristik pengarang.
Dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik
untuk meneliti pemakaian gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam kumpulana
puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S
Rendra. Adapun alasan dipilihnya buku kumpulan puisi tersebut karena: 1.
Kumpulan puisi karya Rendra dengan judul Doa
Untuk Anak Cucu belum dianalisis
menggunakan gaya bahasa hiperbola. 2. Kumpulan puisi karya Rendra dengan judul Doa Untuk Anak Cucu terdapat gaya bahasa
hiperbola, sehingga sesuai dengan penelitiaan yang hendak dilakukan.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah , identifikasi
masalah yang ada antara lain sebagai berikut.
1. Macam-macam
gaya bahasa yang dipakai pada kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu.
2. Wujud
kalimat yang terdapat gaya bahasa hiperbola yang digunakan W.S Rendra dalam kumpulan puisi
Doa Untuk Anak Cucu.
3. Deskripsi/pemaknaan
berdasarkan gaya bahasa hiperbola yang
terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk
Anak Cucu karya W.S Rendra.
4. Fungsi
gaya bahasa hiperbola dalam puisi Doa
Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
C. Pembatasan
Masalah
Bedasarkan identifikasi masalah, penelitian ini
dibatasi dengan dua pembatasan, Diantaranya:
1. Wujud
kalimat yang terdapat gaya bahasa
hiperbola yang digunakan W.S Rendra dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu.
2. Deskripsi/pemaknaan
berdasarkan gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
3. Fungsi
gaya bahasa hiperbola dalam puisi Doa
Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan
masalah di atas, maka rumusan maslah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah
wujut kalimat yang terdapat gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu?
2. Bagaimanakah
pemaknaan/deskripsi berdasarkan gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam
kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya
W.S Rendra?
3. Apa
fungsi gaya bahasa hiperbola dalam puisi Doa
Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
E. Tujuan
penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah, tujuan yang dapat
ditulis adalah sebagai berikut:
1. Menemukan
wujud gaya bahasa hiperbola yang digunakan W.S Rendra dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu.
2. Mendeskripsikan/memberi
pemaknaan berdasarkan gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
3. Mendeskripsikan
Fungsi gaya bahasa hiperbola dalam puisi Doa
Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra.
F. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
teoritis dan praktis.
1. Manfaat
teoritis
Secara
toritis penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat, menambah wawasan kepada pembaca dan komunikasi linguistik pada
khususnya mengenai gaya bahasa hiperbola.
2. Manfaat
praktis
Memberikan
informasi kepada pembaca mengenai gaya bahsa, terutama gaya bahasa hiperbola.
Memberikan pendeskripsian atau gambaran mengenai maksud gaya hiperbola yang
digunakan dan membantu menafsirkan makna yang terkandung dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak cucu.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Kajian
Teoritik
1. Hakikat
Setilistika
Menurut
Shipley (Ratna, 2013 : 8) stylistika (stylistic)
adalah ilmu tentang gaya (style), sedang
style berasal dari kata stilus (latin) semua berati alat
perujung rancing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Dalam
bidang bahasa dan sastra style dan stylistic berarti cara-cara penggunaan
bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu. Jadi setilisika adalah
bagian ilmu sastra, yang lebih sempit lagai ilmu gaya bahasa dengan kaitannya
dengan aspek-aspek kein dahan.
2. Pengertian
Puisi
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani “peio” atau “poio” atau “poetes” yang
berarti: 1) membangun, 2) menyebabkan, menimbulkan, dan 3) membuat puisi atau penyair. Slamet Muljana, 1951 (dalam baribin: 1990).
Menurut Sayuti (2010: 3) secara
sederhana puisi dapat dirumuskan sebagai “bentuk pengucapan bahasa yang
memperhitungkan adanya aspek bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan
pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari
kehidupan individual dan sosial; yang diungkapkan dengan teknik pilihan
tertentu.
Dari beberapa pengertian puisi
berdasarkan para ahli maka dapat disimpulkan bahwa puisi adalah cipta sastra
yang mengungkapkan, perasaan kesan atau kenangan baik secara indifidu maupun
sosial yang di ucapkan/tulis dengan teknik Consentrated,
padat, itensif dan memiliki nilai
setyle.
3. Gaya
(Style) dan Gaya Bahasa
a. Pengertian
Gaya
Menurut
Murry, 1956 (Ratna, 2013: 6), semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra,
khususnya gaya bahasa karya sastra yang berhasil adalah srtifisial, diciptakan
dengan sengaja. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi
langsung pikiran dan perasaan. Tanpa adanya hubungan yang harmonis antara kedua
gejala tersebut.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
gaya memiliki sejumlah ciri: yaitu, a) kekuatan, kesanggupan, b) sikap gerkan
atau tingkah laku, c) irama lagu, seperti gaya musik barat, d) cara melakukukan
seperti gaya renang, e) ragam, cara, seperti gaya bahasa klasik, populer, f)
ragam, cara seperti bentuk bangunan, g) cara yang khas, seperti pemakaian
bahasa dalam karya sastra misalnya gaya inversi.
Stue
Ewen (Ratna, 2013: 305) menyebutkan 3 wilayah tempat gaya berperan, sebagai
berikut:
1. Gaya
sebagai medium untuk mendefinisikan diri, gaya sebagai sasrana untuk menentukan
posisi seseorang dalam wacana, dalam kaitannya dengan kelas, politik, ekonomi,
dan seks.
2. Gaya
sebagai medium untuk memahami masyarakat, lembaga sosial menggunakan gaya
tertentu untuk menunjukan identitas, dan kekuasaanya.
3. Gaya
sebagai elemen pembentuk kesadaran tentang dunia, baik sebagai informasimaupun
citra.
b. Pengertian
Gaya bahasa
Menurut
shipley (Ratna, 2013 : 10) gaya bahasa berasal dari tradisi yunani yaitu Plato
dan Aristotels. Keduanya menganggap gaya sebagai kualitas ekspresi. Terlepas
dari kedua tradisi klasik tersebut dalam teori moderen Murry membedakan tiga
pengertian gaya bahasa: a) gaya bahasa sebagai kehasan personal, b) gaya bahasa
sebagai teknik eksposisi (penjelasan), c) gaya bahasa sebgai usaha pencapaian
kaya sastara.
Sedangkan
menurut Abrams 1981 (Ratna, 2013 : 22) gaya bahasa adalah ekspresi linguistik ,
baik di dalam puisi maupun prosa (cerpen, prosa dan drama).
Gaya
bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002:
113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya
cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya
bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
Maka
dapat di simpulkan bahwa gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk
menimbulkan kesan-kesan tertentu. Sedangkan gaya digunakan untuk melahirkan
keindahan.
4. Jenis-Jenis
Gaya Bahasa
Pembicaraan
tentang gaya bahasa sangatlah luas. Gorys Keraf (2002: xi-xii) membagi
persoalan gaya bahasa, yakni:
a. Gaya
bahasa berdasarkan pilihan kata
b. Gaya
bahasa berdasarkan nada
c. Gaya
bahasa berdarkan struktur kalimat
d. Gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
a) Gaya
bahasa retorika, diantaranya:
1) Aliterasi 6) Asidenton 11) Litotes
2) Asonansi 7) Polisindenton 12) Histeron proteron
3) Anastrof 8.) Kiasmus 13) Oksimoton
4)
Apofasis/ 9) Elipsis 14) Perifrasis
5) Apostrof 10) Eufimismus 15) Prolepsis
16) Erotesis/pertanyaan
retoris
17) Silepsis dan Zeugma
18) Koreksio Epanotesis
19) Hiperbola
20) Paradoks
21) Pleonasme dan
tautologi
b) Gaya
bahasa kiasan, diantaranya:
1) Persamaan/simile 9) Metonimia
2) Metafora 10)
Antomonasia
3) Alegori,
Parabel dan Fabel 11) Hipalase
4) Personifikasi 12) Ironi
5) Alusi 13) Satire
6) Eponim 14)
Iniendo
7) Epitet 15)
Antifrasis
8) Sinekdoke 16)
Paronomasia
5. Majas
Hiperbola
Gaya
bahasa juga banyak di kemukakan oleh Gorys Keraf (Ratna: 2013: lampiran, 441)
secara garis besar majas di bedakan menjadi 4 macam, diantaranya: penegasan,
perbandingan, pertentangan, dan sindiran. Hiperpola masuk dalam kelompok gaya
bahasa perbandingan.
Hiperbola
adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang sengaja dibesar-besarkan dan dibuat
berlebihan, sehingga pernyataan tersebut dirasa tidak masuk akal.
Contoh:
·
Saya ucapkan beribu-ribu terima kasih atas perkenan Bapak dan Ibu menghadiri
undangan panitia.
·
Bertemu kamu sayang, wahai sahabatku
yang elok dan indah, syahdu, hati berbunga-bunga sejuta rasanya terbang melayang di angkasa bahagia.
·
Pikirannya tersebar keseluruh dunia
·
Lautan
manusia sudah memenuhi stadion.
·
Aku adalah salah satu hiu terganas dari klub perenang yang
pernah ada.
Berdasarkan kutipan dan contoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa pemilihan pemajasan hiperbola sebagai pemajasan paling
dominan berfungsi untuk memberikan gambaran kejelasan dengan menggunakan kata
yang melebihi dengan makna sebenarnya sehingga memberi minat baca.
6. Arti
dan Makna
Dalam ilmu
sastra arti dan makna dibedakan. Arti (meaning)
di hasilkan oleh pengarang, makna (significane,meaning
of meaning, meaningful) oleh pembaca. Pertama kali didiskusikan oleh C.K
Ogden dan I.A Richard 1923 (Ratna, 2013: glosarium, 401).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis
Gaya Bahasa Hiperbola dan Pemaknaanya
Pada bagian ini akan dibahas satu persatu
permasalahan yang sesuai dengan rumusan masalah, yaitu: wujut teks yang
terdapat gaya bahasa hiperbola, memberi pemaknaan berdasarkan hasil diskripsi
teks yang mengandung gaya bahasa hiperbola, dan mendeskripsikan fungsi gaya
bahasa tersebut.
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang bertujuan untuk
menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkan, membesar-besarkan, dalam
suatu hal untuk memperoleh efek estetis dan memberikan gambaran kejelasan.
Kumpulan puisi Doa Utuk Anak Cucu terdapat
beberapa gaya bahasa hiperbola yang digunakan W.S Rendra.
Perhatikan kutipan Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia karya Rendra di bawah ini:
....
Bangkai-bangkai
tergeletak lengket di aspal jalanan.
Amarah
merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul
dari sampah kehidupan.
Pikiran simpul
membentur simpul-simpul sejarah.
Dari kutipan diatas, /Bangkai-bangkai tergeletak
lengket di aspal jalanan./ memiliki makna yang menjelaskan bahwa,
seseorang yang melihat bangkai manusia yang mati tergeletak di aspal jalanan. Terdapat
gaya bahasa hiperbola setelah mendapati tambahan kata lengket. Pengarang menambahkan kata lengket guna memberikan kesan melebih-lebihkan sehingga terkesan
tragis dan memberi suasana duka yang mendalam. Secara akal pikir manusia,
bangkai yang mati tergeletak hingga lengket di aspal, bisa saja terjadi tetapi
kata lengket bermakna lekat, menempel erat. Menimbulkan kesan yang berlebihan.
Padahal Rendra hanya bermaksud menjelaskan bahwa di jalan aspal terdapat mayat
manusia. Pengarang berhasil memunculkan kesan yang melebihi sebenarnya untuk
menekankan maksud tertentu sehingga memberikan gambaran yang menarik.
/Amarah merajalela
tanpa alamat./ pada kutipan ini juga terdapat gaya bahasa hiperbola yang
menjelaskan bahwa seseorang sedang marah dan tidak tahu harus kemana ia
luapkan. Kata merajalela memberikan
kesan melebih-lebihkan namun kata itu dipilih pengarang untuk menekankan maksud
tertentu dan untuk mendapatkan efek estetis sehingga mempengaruhi perasaan
pembaca.
Pada sajak yang berjudul Hak Oposisi, yang ia tulis pada
10, Oktober, 1971. Terdapat gaya bahasa hiperbola. Perhatikan kutipan di
bawah ini:
....
Kamu wajib
memasang telinga
-Selalu.
Pada kutipan sajak tersebut terdapat penggunaan
majas hiperbola. Kutipan di atas mempunyai makna seseorang hendaklah
mendengarkan omongan orang lain. Kata wajib
memasang memiliki kesan melebih-lebihkan karena telinga pada dasarnya sudah
melekat pada kepala. Kalimat di atas tentunya terkesan tidak masuk akal dan terasa
melebih-lebihkan. Akibat gaya hiperbola yang dihasilkan pada kalimat tersebut
ahirnya menimbulkan kesan yang tidak masuk akal, akan tetapi seorang yang
diminta memasang telinga sudah mengetahui
maksut tersebut, yaitu untuk mendengar setiap pembicaraannya.
Pada sajak yang berjudul Kesaksian Ahir Abad juga terdapat gaya
bahasa hiperbola. Perhatikan pada kalimat di bawah ini.
Ratap
tangis menerpa pintu kalbuku.
Bau
anyir darah mengganggu tidur malamku.
....
Pada baris pertama /Ratap tangis menerpa pintu kalbuku./ makna dalam kalimat tersebut
yaitu mengeluh, menangis atau mengeluarkan ucapan yang menyedihkan hingga mampu
menyentuh pangkal perasaan batin. Gaya bahasa hiperbola sangat terlihat pada
kata menerpa. Tangis merupakan
ungkapan rasa sedih dan mengeluarkan air mata secara berlahan, sedangkan
menerpa dapat berarti serangan atau terkaman. Jadi pada kalimat tersebut
terkesan melebih-lebihkan sesuatu hal dengan cara menambahkan kata yang
memiliki nilai style yang tinggi dan
menjadi kalimat yang mengandung gaya bahasa hiperbola.
Hiperbola dalam puisi tidak hanya terdapat pada baris
atau bait puisi. Berikut gaya hiperbola juga terdapat pada judul puisi.
Perhatikan pada judul puisi di bawah ini:
Perempuan
yang Tergusur
Pada judul puisi di atas, yang ditulis
Renda sejak 3 Desember 2003. Merupakan bagian dari gaya bahasa hiperbola, pada
kalimat /Perempuan yang Tergusur/ memiliki
makna perempuan yang tergeser, pindah tempat, atau dibongkar. Kata tergusur
terasa melebih-lebihkan di mana objek yang digusur adalah seorang perempuan.
Sedang kata gusur sering digunakan untuk penggusuran bangunan, atau penggusuran
tanah. Judul tersebut justru menimbulkan gaya yang dirasa indah dan menjadikan terlihat
lebih menarik.
B. Fungsi
Gaya Bahasa Di dalam Kumpulan Puisi Doa
Untuk Anak Cucu
Berdasarkan dari analisi wujud dan pemaknaan, maka
fungsi gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya Rendra
kebanyakan bertujuan untuk menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkan,
membesar-besarkan, dalam suatu hal untuk memperoleh efek estetis dan memberikan
gambaran kejelasan. Misalkan pada kutipan berikut: /Amarah merajalela tanpa
alamat./ pada kalimat tersebut terdapat gaya bahasa hiperbola yang
berfungsi untuk memberikan rangsangan, tanggapan, dan pembaca tanggap akan
bahasa yang melebih-lebihkan sehingga pembaca mendapatkan kesan tersendiri dan dapat
menjiwai pembacaan puisi tersebut.
Perempuan
yang Tergusur
Pada kutipan judul puisi di atas memiliki gaya
bahasa hiperbola. Seseorang yang membacanya akan terasa pilu, menimbulkan
suasana sedih, memunculkan rasa belas kasihan, dan empati karena didukung adanya
gaya bahasa hiperbola pada kata tergusur. Kata tergusur terasa sangat
berlebihan dan membesar-besarkan karena kata gusur sering digunakan dalam
penggusuran tanah ataupun rumah sedang di dalam judul puisi tersebut digunakan
untuk mengusir wanita. Akibat dari penulisan yang menggunakan teknik tersebut
bahasa yang dipilih pengarang mampu membesar-besarkan dengan pilihan kata yang
tepat dan bertendens.
sebagian pembahasan yang lain tidak dimuat dalam blog ini.
KESIMPULAN
Dari
hasil penelitian pemaknaan, analisis wujut, dan beberapa fungsi gaya bahasa
hiperbola dapat diambil kesimpulan bawha kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S Rendra terdapat gaya bahasa hiperbola
dan dari 23 sajaknya hanya beberapa sajak yang mengandung gaya bahasa hiperbola.
Sebagian besar terdapat di dalam baris puisi dan ada pula dibagian judul puisinya.
Selain itu gaya/style yang dipilih Rendra dalam menulis puisinya telah sampai
pada pilihan-pilihan kata yang mampu membangunkan kekarakteristikan seorang
penyair itu sendiri. Susunan kata yang dipilihnya tidak hanya berpusat pada
seni tetapi pilihan kata di sertai gaya bahasa yang tepat menimbulkan dorongan
atau tenaga untuk memikat pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Ratna,
Nyoman Khuta. 2013. Setilistika kajian puitika
bahasa, sastra dan budaya. Pustaka
Pelajar.
Yogyakarta.
Pradopo,
Rachmat Joko. 2011. Prinsip-prinsip
Kritik Sastra. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Baribin,
Raminah.1990. Teori dan Apresiasi Puisi. IKIP Semarang Pres. Semarang.
Sayuti,
Suminto. 2010. Berkenalan dengan Puisi.
Gama Media. Yogyakarta.
Padi,
editor. 2013. Kumpulan Super Lengkap
Sastra Indonesia. Padi. Jakarta.
Rendra,
W.S. 2013. Doa Untuk Anak Cucu.
Bentang. Yogyakarta.
Gaya
Bahasa _ Blog Danriris Bahasa
Indonesia.htm. (di unduh tanggal 17, Desember 2014 jam 16:38)
Post a Comment
komentar yang sopan sopan saja