Makna Kata
Makna kata adalah makna yang bersifat umum, kasar
dan tidak jelas. Kata “Tangan” dan “Lengan” sebagai kata, maknanya lazim
dianggap sama, seperti contoh berikut:
a. Tangannya luka kena pecahan kaca.
b. Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah
bersinonim atau bermakna sama.
11. Makna Istilah
Makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah
hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja. Umpamanya, kata
“Tangan” dan “Lengan” yang menjadi contoh di atas. Kedua kata itu dalam bidang
kedokteran mempunyai makna yang berbeda. “Tangan” bermakna “bagian dari
pergelangan sampai ke jari tangan”. Sedangkan kata “Lengan” adalah “bagian dari
pergelangan tangan sampai ke pangkal bahu”. Jadi kata “Tangan”
dan “Lengan” sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena
maknanya berbeda.
12. Makna Idiom
Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan
dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contoh,
secara gramatikal bentuk “Menjual rumah” bermakna “yang menjual menerima uang
dan yang membelimenerima rumahnya”, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk
“Menjual gigi” tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna “tertawa
keras-keras”. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.
13. Makna Peribahasa
Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Karena adanya asosiasi antara makna
asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa “Seperti anjing
dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang tidak pernah akur. Makna
ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara
memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
Makna Konseptual dan
Asosiatif
Makna konseptual dan asosiatif
adalah makna yang dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya hubungan,
asosiatif, refleksi makna sebuah kata dengan makna kata lain. Pengertian makna
konseptual itu adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai
dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun.
Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna
leksikal, dan makna denotatif. Contohnya adalah kata kursi memiliki
makna konseptual ’sebuah tempat yang digunakan untuk duduk’; kata amplop
memliki makna ’sampul surat’.
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang
berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan perlambangan
yang digunakan oleh suatu masyarakt bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain
yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep
asal kata atau leksem tersebut. Contoh: kata kursi berasosiasi dengan
’kekuasaan’; kata amplop berasosiasi dengan ’uang suap’.
Menurut Leech (1976), makna
asosiatif dibagi menjadi lima macam, antara lain:
1.
Makna konotatif
makna konotatif adalah makna yang
bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi
yang mengalami penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif
positif dan negatif. Contoh: kata wanita dan perempuan, wanita
termasuk kedalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna
konotatif negatif.
2.
Makna stilistik
Makna stilistika ini berkenaan
dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang
kegiatan di dalam masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan
residensi.
3.
Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang
berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek
yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa
lisan.
Contoh: ”tutup mulut kalian !”
bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi pendengarnya.
4.
Makna refleksi
Makna refleksi adalah makna yang
muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat.
Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,
5.
Makna kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang
berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari
sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk
digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus
sepadan dan pada tempatnya.
Contoh: kata tampan identik dengan
laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.
B.
Makna Idiomatik dan
Peribahasa
Makna Idiomatik dan
pribahasa adalah makna yang dapat dibedakan berdasarkan bisa atau tidaknya
diramalkan atau ditelusuri, sebelum kita menjelaskan idiomatikal kita perlu
mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan idiom. Idiom adalah satuan ujuran yang
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secra leksikal
maupun gramatikal.
Idiom dibedakan
menjadi dua yaitu, idiom penuh dan idiom sebagaian. Idiom penuh adalah idiom
yang semua unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang
dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya: banting tulang artinya
’bekerja keras’, meja hijau artinya ’pengadilan’. Sedangkan idiom sebagian
adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.
Contoh: daftar hitam artinya ’daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai
atau dianggap bersalah’.
Makna peribahasa
adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya
karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna sebagai peribahasa. Contohnya besar pasak dari pada tiang
artinya ‘besar pengeluaran dari pada pendapatan’. Makna pribahasa ini bersifat
memperbandingkan atau mengumpamakan, maka bisanya juga disebut dengan nama
perumpamaan. Kata
yang sering digunakan dalam pribahasa yaitu kata seperti, bagai, bak, laksana,
umpama, tetapi ada juga peribahasa yang tidak menggunakan kata-kata tersebut
namun kesan peribahasanya tetap tampak.
C.
Makna Kias
Makna Kias adalah
makna Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari
makna sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya (arti leksikal, konseptual, denotatif) disebut arti kiasan
Contohnya: putri malam artinya bulan, raja siang artinya matahari.
Makna Leksikal,
Grammatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah
makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya,
leksem kuda memiliki makna leksikal ‘ sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘ sejenis alat tulis
yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘ sejenis
barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’. Jadi, dengan
adanya contoh di atas dapat dikatakan juga bahwa makna leksikal adalah makna
yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indera kita,
atau makna apa adanya. Makna leksikal juga merupakan makna yang ada
dalam kamus karena kamus-kamus dasar biasanya hanya memuat makna
leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskannya.
Makna leksikal atau
makna semantik, atau makna eksternal juga merupakan makna kata ketika kata itu
berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang
lebih tetap seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. “Makna
leksikal ini dipunyai unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau
konteksnya (Harimurti, 1982: 103). Veerhar (1983; 9) berkata, “………sebuah kamus
merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna tiap-tiap kata
diuraikan di situ” (Mansoer Pateda, R, 2002: 119).
Berbeda dengan makna
leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal,
seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya,
dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan
makna gramatikal ‘ mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda
melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi
melahirkan makna gramatikal ‘ melakukan rekreasi’. Contoh lain, proses
komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan
makna gramatikal ‘bahan’; dengan dasar madura
melahirkan makna gramatikal ‘ asal’; dengan dasar lontong melahirkan
makna gramatikal ‘ bercampur’; dan dengan kata Pak Kumis
melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik,
menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola
melahirkan makna gramatikal; adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna
‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’.
Makna kontekstual
adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.
Contoh makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:
1.
Rambut di kepala
nenek belum ada yang putih.
2.
Sebagai kepala
sekolah dia harus menegur murid itu.
3.
Nomor teleponnya ada
pada kepala surat
itu.
4.
Kepala paku dan kepala jarum tidak
sama bentuknya.
Makna konteks dapat juga
berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan
bahasa itu. Contoh:
Tiga kali empat
berapa?
Jika dilontarkan di
kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab
“dua belas”. Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti salah. Namun, kalau
pertanyaan itu dilontarkan pada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya,
maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ratus”, atau mungkin juga “tiga
ratus”, atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, sebab pertanyaan
itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat
centimeter.
2.
Makna Referensial
dan Non-referensial
Menurut Abdul Chaer
(2007:291) sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada
referensnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar
adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam
dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah
kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai
referens. Mansoer Pateda, R (2010: 125) dalam bukunya mengatakan referen atau
acuan boleh saja benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Referen adalah
sesuatu yang ditunjuk oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai,
maka yang ditunjuk oleh lambang tersebut langsung dihubungkan dengan acuannya.
Tidak mungkin berasosiasi yang lain.
Berkenaan dengan acuan
ini, ada sejumlah kata yang disebut kata deiktik, yang acuannya tidak tetap
pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu ke maujud
yang lain. Yang termasuk kata-kata deiktik ini adalah kata-kata pronomina.
3.
Makna Denotatif dan
Makna Konotatif
Makna denotatif adalah
makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem.
Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Umpamanya,
kata babi bermakna denotatif “ sejenis binatang yang biasa diternakan
untuk dimanfaatkan dagingnya”. Kata kurus bermakna denotatif “ keadaan
tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal”.
Kalau makna denotatif
mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem,
maka makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna
denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata babi pada contoh diatas,
pada orang yang beragama Islam atau didalam masyarakat Islam mempunyai konotasi
yang negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak bila mendengar kata itu.
Harimurti (1982: 91)
dalam buku Mansoer Pateda, R (2010: 112) berpendapat “aspek makna sebuah atau
sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau
ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).” Dengan kata
lain, makna konotatif merupakan makna leksikal + X. Misalnya, kata amplop.
Kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan
disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain. Makna ini
adalah makna denotasinya. Tetapi pada kalimat “Berilah ia amplop agar
urusanmu segera selesai,” maka kata amplop sudah bermakna konotatif, yakni
berilah ia uang.
4.
Makna Konseptual dan
Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi
makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks
atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai”; dan kata rumah memiliki makna
konseptual “bangunan tempat tinggal manusia”. Jadi, makna konseptual
sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna
referensial.
Leech (I, 1974: 25)
mengemukakan dua prinsip, yakni prinsip ketidaksamaan dan prinsip struktur
unsurnya. Prinsip ketidaksamaan dapat dianalisis berdasarkan klasifikasi bunyi
dalam tataran fonologi yang setiap bunyi ditandai + (positif) kalau ciri
dipenuhi, dan ditandai dengan – (negatif) jika ciri tidak dipenuhi. Misalnya,
konsonan /b/ berciri +bilabial, +stop, - nasal.
Prinsip struktur
unsurnya misalnya kata nyonya dapat dianalisis menjadi: + manusia; + dewasa; -
laki-laki;. Kata buku dapat dianalisis menjadi: + nama benda; = benda padat; +
digunakan sebagai tempat menulis; + digunakan oleh murid-murid atau mahasiswa;
- manusia; - berkaki dua. Dengan analisisi seperti ini maka konsep sesuatu
dapat diatasi.
Dihubungkan dengan
keberadaan kata-kata, maka kita dapat menyebut kata yang mengandung konsep jika
telah berada di dalam konteks kalimat, dan kata yang susah dibatasi makna
konseptualnya karena itu selalu terikat konteks kalimat. Berdasarkan pendapat
ini maka makna konseptual setiap kata dapat dianalisis dalam kemandiriannya dan
dapat dianalisis setelah kata tersebut berada dalam satuan konteks. Makna
konseptual sebuah kata dapat saja berubah atau bergeser setelah ditambah atau
dikurangi anggotanya.
Makna asosiatif adalah
makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan
kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu
konsep lain yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada
pada konsep asal kata atau leksem tersebut. Contoh: kata kursi berasosiasi
dengan ’kekuasaan’; kata amplop berasosiasi dengan ’uang suap’.
5.
Makna Kata dan Makna
Istilah
Setiap kata atau leksem
memilki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna
leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaan makna
kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu berada dalam konteks kalimatnya atau
konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu
berada dalam konteksnya.
a.
Adik jatuh dari
sepeda.
b.
Dia jatuh dalam
ujian yang lalu.
c.
Dia jatuh cinta
pada adikku.
d.
Kalau harganya jatuh
lagi, kita akan bangkrut.
Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama,
seperti tampak pada contoh berikut:
1.
Tangannya luka kena pecahan kaca.
2.
Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan
lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim, atau bermakna sama.
Berbeda dengan kata,
maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering
dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Sedangkan kata tidak bebas konteks.
Tetapi perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan
atau kegiatan tertentu. Contohnya kata kuping dan telinga, dalam
bahasa umum kedua kata itu merupakan dua kata yang bersinonim karenanya sering
di pertukarkan. Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran keduanya memilki
makna yang tidak sama; kuping adalah bagian yang terletak di luar,
termasuk daun telinga; sedangkan telinga adalah bagian sebelah dalam.
Oleh karena itu, yang sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.
6.
Makna Idiom dan
Peribahasa
Idiom adalah satuan
ujaran yang maknanya tidak dapat ‘ diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Contohnya bentuk membanting tulang
dengan makna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’,
dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’. Idiom ada dua
macam, yaitu:
1.
Idiom penuh
Idiom penuh adalah idiom
yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna
yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya meja hijau
dan membanting tulang.
2.
Idiom sebagian
Idiom sebagian adalah
idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.
Misalnya buku putih, daftar hitam, dan koran kuning.
Berbeda dengan idiom,
peribahasa memiliki makna yang masih dapat di telusuri dan di lacak dari
makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa seperti anjing dengan kucing
yang bermakna ‘ dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini
memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua
memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7.
Makna Emotif
Makna emotif adalah
makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara sikap pembicara mengenai/
terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (Shipley, 1962: 261). Misalnya,
kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini
menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar, atau dengan kata lain, kata
kerbau mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang
malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang m,endengarnya merasa
tersinggung dan tidak enak.
8.
Makna Kognitif
Makna kognitif biasanya
dibedakan atas: (i) hubungan antara kata dan benda atau yang diacu, dan ini
disebut denotasi, (ii) hubungan antara kata dan karakteristik tertentu, dan ini
disebut konotasi kata (Shipley, 1962: 261). Makna kognitif adalah makna yang
ditunjukkan oleh acuannya, makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya
dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan
analisis komponennya.
Kata pohon bermakna
tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Jika orang berkata pohon, terbayang
pada kita pohon yang selama ini kita kenal. Makna kognitif lebih berhubungan
dengan dengan pemikiran kata tentang sesuatu.
9.
Makna Piktorial
Makna piktorial adalah
makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang
didengar atau dibaca (cf, Shipley, 1962: 261).
Dalam BI terdapat kata
kakus. Orang yang mendengar atau membaca kata kakus, akan terbayang hal-hal
yang berhubungan dengan kakus.
10.
Makna Pusat
Makna pusat atau makna
inti adalah makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada
di dalam konteks kalimat.
Dalam BI terdapat
kata-kata malam, meja, melihat, tinggi. Kata buku termasuk kategori nominal,
kata meja juga. Kata melihat termasuk kategori verba, kata timggi termasuk
kategori ajektif, dan kata malam tergolong kategori adverb.
Makna pusat dapat diketahui setelah
seseorang menetapkan dari segi mana ia memandang kata.
Misalnya, kata melihat
yang masuk kategori verbal. Makna kata melihat dapat dirinci dari (i) kegiatan,
(ii) objek, dan (iii) hasilnya. Dilihat dari segi kegiatan, makna pusat kata
melihat, yakni melaksanakan kegiatan…………; dilihat dari segi objek, maka makna
pusat kata melihat, yakni……..yang ditujukan kepada……; dan jika dilihat dari
segi hasilnya, maka makna pusat kata melihat, yakni…..untuk mengetahui……
Setelah kita melihat
pembahasan yang telah dipaparkan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa:
Dalam kehidupan
sehari-hari makna sangat berperan dalam komunikasi. Makna memiliki beberapa
jenis yaitu
1. Makna Leksikal, Gramatikal, dan
Kontekstual
2.
Makna Referensial dan
Non-referensial
3.
Makna Denotatif dan
Makna Konotatif
4.
Makna Konseptual dan
Makna Asosiatif
5.
Makna Kata dan Makna
Istilah
6.
Makna Idiom dan
Peribahasa
7.
Makna Emotif
8.
Makna kognitif
9.
Makna piktorial
10.
Makna inti
Jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria
dan sudut pandang(titik), yaitu:
a. Berdasarkan
jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal;
b. Berdasarkan
ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna
referensial dan makna nonreferensial;
c. Berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya
makan denotatif dan konotaif;
d. Berdasarkan
ketepatan makna dikenal adanya makna kata dan makna istilah ( makna umum atau
makan khusus);
e. Berdasarkan
kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna
asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya(titik)
Dalam hal ini hanya akan dibahasa makna
kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna idiomatikal
dan peribahasa, makna kias, makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi, berikut
penjelasannya(titik)
To create such a truly amazing article, I read your blog every day and give me for that announcement here this article is too great and very entertaining thanks.
ReplyDeletepoker online