Media belajar Media belajar Author
Title: Pengertian Redundansi
Author: Media belajar
Rating 5 of 5 Des:
Istilah redudansi redudancy Inggrisnya, sedangkan bahasa Indonesianya redundan, sering dipakai dalam linguistik modern untuk menyatakan b...
Istilah redudansi redudancy Inggrisnya, sedangkan bahasa Indonesianya redundan, sering dipakai dalam linguistik modern untuk menyatakan bahwa salah satu konstituen dalam kalimat tidak perlu bila dipandang dari sudut semantik (Verhaar, 1984: 138). Sebagai contoh kita dapat bertitik tolak dari konsep perifrase. Misalnya, bila kalimat “Ah diundang Burhan”, diperpanjang menjadi “Ah diundang oleh Burhan”, maka yang terakhir adalah perifrase (sekaligus parafrase ) dari kalimat pertama. Perbedaan diantaranya hanya terletak pada penggunaan konstituen oleh. Banyak linguis mengatakan bahwa konstituen oleh dalam kalimat kedua tadi adalah ‘redundan’, yaitu tidak diperlukan untuk mendapatkan makna penuh, namun pendapat tersebut sekali lagi mengacaukan makna dan informasi. Informasi kedua kalimat tersebut memang sama, baik dengan konstituen oleh atau tidak, tetapi maknanya tidak sama. Sulit memang menentukan perbedaan makna dari kedua kalimat tersebut. Misalnya, kita dapat mengatakan bahwa penambahan konstituen oleh lebih menonjolkan sifat agentif dari sisa kalimat sesudah diundang, tetapi yang terpenting disini ialah prinsip yang sudah dirumuskan, yaitu informasi tidak boleh disamakan dengan makna. Kalimat yang pertama terdapat sebagai fenomena luar ujaran dan kalimat yang kedua adalah sebagai fenomena dalam ujaran. Bila bentuk berbeda, maknanya harus dianggap berbeda pula.
Redundansi dapat juga diartikan sebagai kelebihan makna. Menurut Carrol (Lubis, 1993:150) dalam bukunya yang berjudul The Study of Leaguage mengungkapkan redundansi dalam bahasa adalah  “When the average information carried by symbol units is less than the maximum posible under condition of equiprobable and indepandent symbols” yang berarti bila bobot iformasi yang dikandung sebuah simbol yang kita ucapkan lebih sedikit atau kurang dari jumlah unsur yang mendukung simbol itu atau dapat juga diartikan bila ada perbedaan antara kapasitas dari sebuah ucapan dengan informasi yang didukungnya.
Chaerr (2009: 105) menyebutkan redundansi adalah berlebih-lebih hanya penggunaan unsur sekmental dalam sutu bentuk ujaran. Ukuran untuk menyatakan suatu kata itu disebut redundan atau tidak adalah berubahlah informasi yang terkandung dalam suatu ujaran apabila kata tersebut dibilangkan. Bila iformasi tersebut tidak berubah, maka kata tesebut adalah redundan. Sebagai contoh sebagai kalaimat “Pak Petrus mengenakan kemeja berwarna putih agar terlihat bersih”. Penggunaan kata berwarna termasuk redundansi atau berlebih-lebihan karena tanpa penggunaan kata berwarna, informasi yang disampaikan kalimat tersebut tetaplah sama.
Jika kita perhatikan orang-orang yang berbahasa, akan kelihatan bahwa redundansi terdapat dalam segala bahasa dan bahkan hampir pada segala bidang. Baik dalam ejaan, morfologi maupun pada kalimat yang kita dapati terdapat bentuk redundansi tersebut. Redundansi juga dipermasalahkan dalam ragam bahasa baku maupun ragam bahasa pers karena kedua ragam bahasa tersebut menuntut adanya efisiensi kalimat. Misalnya untuk memberikan suatu informasi cukup dengan delapan kata, tetapi kita ungkapkan dengan lebih dari delapan kata inilah yang dimaksud dengan redundansi. Begitu pula bila sebuah kalimat sudah cukup untuk memberikan suatu iformasi, tetapi kita ungkapkan dengan dua kalimat atau lebih, jelas  bahwa ucapan kita termasuk redundansi atau berlebihan.
Redundansi ini juga dapat kita temukan dalam ragam bahasa sehari-hari. Misalnya, dalam kalimat “Suer, gue lihat sendiri, duit sih Amin beneran banyak banget deh”. Penggunaan salah satu dari kata-kata beneran dan kata banget termasuk redundansi. Meskipun demikian, hal tersebut tetap digunakan oleh subjek pembicara karena dia hendak menekankan nuansa makna jumlah uang yang sangat banyak. Contoh lain adalah “Jagalah kebersihan lingkungan, agar supaya kita tebebas dari berbagai macam penyakit”. Penggunaan kata agar dan supaya sangatlah tidak efektif. Oleh karena itu, kata agar  dan supa  dapat dikatakan sebagai redundansi. Penggunaan kata agar dan  supaya dapat dipilih salah satunya agar konstruksi kalimat tersebut menjadi kalimat yang lebih efektif. Seperti “Jagalah kebersihan lingkungan agar kita terbebas dari berbagai macam penyakit” atau dalam konstruksi kalimat “Jagalah kebersihan lingkungan supaya kita terbebas dari berbagai macam penyakit”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Parera (1993: 74) yang mengistilakan redundansi sebagai kelewahan, yakni derajat kelebihan informasi yang dikandung oleh sebuah bahasa atau butir-butir bahasa yang diperlukan agar informasi itu dipahami. Bahasa memang banyak mengandung unsur-unsur yang lewah dalam memberikan nformasi yang diperlukan. Jika seorang mengatakan “banyak buku-buku”. Bentuk ulang buku-buku dianggap lewah karena kata banyak  sudah mengandung makna prural.

Pengunaan unsur bahasa yang tida perlu dalam suatu tuturan atau tulisan sebenarnya boleh ditinggalkan atau tidak digunakan sepanjang tidak mengganggu dan mengurangi makna atau informasi yang ingin disampaikan. Berangkat dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa redundansi adalah penggunaan kata-kata yang berlebihan dalam suatu tuturan atau tulisan untuk menyampaikan suatu informasi.

About Author

Advertisement

Post a Comment

  1. untuk judul buku verhaar dan parera yang bahas redundansi apa ya terima kasih

    ReplyDelete
  2. itu judul buku vehar dan parera appa ya bro. :) and ijin copas dikit, buat tugas. thanks. salam blogger !!!

    ReplyDelete
  3. terimakasih untuk informasinya, sedikit membuka wawasan saya secara umum, sangat detail dalam penyampaiannya.

    ReplyDelete

komentar yang sopan sopan saja

 
Top